MEMBENTUK KARAKTER GURU PROFESIONAL

MEMBENTUK KARAKTER GURU PROFESIONAL
NEGERI YANG DAMAI DAN PENUH PESONA

Rabu, 05 Mei 2010

IPTEK SEBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN

ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI SEBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN NASIONAL
Oleh:
UDIN WAHYUDIN
A. PENDAHULUAN
Perkembangan pesat yang dialami dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sebagaimana yang kita saksikan pada masa ini telah mengundang berbagai reaksi. Dan di antara reaksi-reaksi tersebut, sekurang-kurangnya ada dua model reaksi ekstrim sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad. W, Praktiknya Ekstrim pertama adalah mereka yang melihat berbagai perkembangan itu secara optimistik yang berlebihan, dan beranggapan bahwa keadaan itu adalah suatu yang wajar sebagai indikasi modern. Mereka memandang kehadiran dan perkembangan IPTEK itu sebagai variabel modern yang bersifat mutlak dan dominan. Sedangkan mereka yang berada pada Ekstrim lain melihat perkembangan IPTEK tersebut secara pesimistik dan cemas yang berlebihan. (Blasius Lodo Dai; Globalisasi, IPTEK, dan harapan Manusia,” dalam seri buku Vox: Citra Manusia abad ke-21 (Flores; Arnoldus Ende, 1998), hal. 129.
IPTEK dipandang sebagai salah satu landasan pendidikan. Mengapa? Karena peran IPTEK ini sangat besar dalam mengembangkan pendidikan. Sebelum menjelaskan peranan IPTEK sebagai salah satu landasan pendidikan, terlebih dahulu kita akan mencari pemahaman yang jelas tentang apa itu Ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dua tema sentral yang akan menjadi objek kajian penulis berhubungan dengan topik ini adalah IPTEK dan Pendidikan. Mengapa? Karena IPTEK merupakan salah satu landasan pendidikan. Dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan bagaimana peran IPTEK itu sehingga ia bisa dikatakan sebagai salah satu landasan dalam pendidikan. Namun sebelumnya, penulis akan memberikan sebuah gambaran atau deskripsi singkat tentang apa itu hakikat pendidikan.
B. Hakikat Pendidikan
Untuk memehami hakikat pendidikan seharusnya kita mengambil karakter evolusi. Mengapa demikian? Karena manusia secara kodrati adalah makhluk evolusi. Secara kodrati manusia berada dalam proses menjadi; yaitu proses perkembangan dari keadaan yang tidak sempurna menjadi semakin sempurna. Proses evolusi manusia melibatkan fisik, mental dan intelektual. Proses perkembangan manusia lebih menyangkut kepribadian.
Dalam pengertian ini pendidikan harus ditempatkan dalam perkembangan dan perubahan kepribadian manusia. Semakin manusia berubah, semakin pula pendidikan berkembang dan berubah serta menemukan maknanya.
Berbicara tentang pendidikan, kita dihadapkan dengan kenyataan bahwa ada subyek pendidik dan subyek anak didik. Subyek pendidik dan anak didik harus ditempatkan dalam konteks pelaku pendidikan. Disini kita dapat memahami bahwa pendidikan dimengerti sebagai upaya transformasi pengetahuan semata, namun lebih merupakan hubungan timbal balik antara pendidik dan subyek anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Pada umumnya dalam proses evolusi pendidikan, anak didik mengalami perjumpaan dengan beberapa pelaku pendidikan, misalnya: pertama, pendidikan informal, disini anak didik mengalami pembinaan dan pendidikan dari orang tua. Orang tua menjadi pelaku utama pendidikan dasar anak dalam keluarga sebelum anak masuk pada usia sekolah. Penekanan pendidikan dalam keluarga lebih menyangkut nilai-nilai moral dan etis anak untuk tahu menghargai orang lain, orang tua, dan teman-teman. Pendidikan yang kedua adalah pendidikan formal. Di sini anak didik berjumpa dengan guru yang memberikan perhatian pada dimensi intelektual dan mental. Pendidikan selanjutnya yaitu pendidikan non-formal. Anak didik secara tak terelakkan dalam pergaulannya ia berjumpa dengan masyarakat yang menjadi ruang lingkup keberadaannya. Dalam pendidikan non-formal penekanannya terletak pada dimensi sosial.
Pihak lain juga yang wajib terlibat dalam upaya peningkatan pendidikan adalah pemerintah. Pemerintah mempunyai kewajiban dan komitmen untuk menyediakan sarana dan prasarana pendidikan; gedung sekolah, para pendidik serta memberikan kesejahteraan kepada para pendidik. Pihak yang lain ialah pihak peserta didik itu sendiri. Tekanan yang harus ditunjukan pada subyek didik adalah dimensi kemanusiaan dalam pendidikan. Anak didik tidak harus dipandang sebagai obyek pendidikan namun sebaliknya harus dipandang sebagai subyek pendidikan. Dalam pengertian ini bahwa pendidikan tidak dipahami sebagai tindakan transformasi ilmu pengetahuan oleh pendidik yang menganggap tahu banyak kepada anak didik yang dianggap tidak tahu. Upaya yang harus dilakukan oleh pendidik yaitu memotivasi dan menuntun anak untuk berperan aktif, kreatif dan dinamis dalam proses pendidikan.
Memahami keberadan manusia dalam proses evolusi kita akan mengenal tiga status manusia yang serentak menjadi identitasnya yakni; “manusia berada”, “manusia harus berada”.
Manusia berada dimaksudkan manusia mempunyai status quo yaitu status keadaan semula keberadaan manusia. Manusia harus berada, dimengerti sebagai status deontologis yaitu status ideal keberadaan manusia. Dan manusia dapat berada sering disebut sebagai status situasional. Status manusia yang mempunyai potensi mencapai tujuan akhir atau idealitas perkembangan manusia.
Pendidikan dalam kerangka evolusi berhubungan erat dengan konsep antropologis manusia. Bahwa manusia yang berubah dan terarah pada perkembangan ke depan mempunyai dasar antropologis yaitu possum (Possum artinya saya dapat). Prinsip perkembangan manusia adalah manusia mempunyai potensialitas yang terarah pada aktualitas.
Dalam kaitannya dengan subyek pendidik harus ditegaskan bahwa anak didik secara kodrati tidak berada dalam keberadaan yang tetap namun terus-menerus berevolusi, berubah dan berkembang menuju kesempurnaan dan kematangan hidup. Demikian juga proses pendidikan yang berlangsung harus dijiwai oleh proses evolusi bahwa perkembangan pendidikan seiring dan selaras dengan perkembangan kepribadian manusia.
C. Pendidikan Sebagai Ilmu
Untuk memahami pendidikan sebagai ilmu kita harus merujuk kepada kriteria yang menegaskan keabsahan sebuah pengetahuan. Pengetahuan dapat disebut ilmu harus memiliki tiga unsur yaitu sistimatis, metodis, dan koheren. Sistimatis berarti pendidikan harus mengikuti sistim dan syarat yang dapat dipertanggungjawabkan. Metodis berarti pendidikan harus diselenggarakan dengan metode ilmiah. Sedangkan koherensi menunjuk pada satu kesatuan sistim dan metode yang berlangsung. Demikian pendidikan sebagai ilmu menempatkan manusia dalam keseluruhan proses evolusinya. Proses evolusi yang melibatkan aspek biologis, sosiologis, mental dan intelektual.
Pendidikan sebagai ilmu meliputi tiga hal yaitu pertama, ilmu teoritis, yaitu ilmu yang menentukan pernyataan-pernyataan teoritis dan syarat bagi pendidikan. Kedua, ilmu praktis yang berkaitan dengan sarana-sarana tertentu untuk mewujudkan tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan. Dan yang ketiga ilmu deskriptif dan normatif, yaitu ilmu yang merumuskan hukum dan kriteria pendidikan dalam kaitannya dengan kepribadian subyek didik dan situasi lingkungan.

D. Pendidikan sebagai Seni
Mengutip istilah A. Mercateli, pendidikan dimengerti sebagai seni untuk menciptakan kondisi-kondisi yang menunjang untuk kegiatan yang mampu mengarahkan evolusi seorang individu; seni untuk memanipulir praktek-praktek tertentu, seni untuk menuntut anak didik menuju sasaran-sasaran tertentu. (A. Mercateli; Pedagogia, Educare Oggi (Brecia: La Scola, Roma Antonianus, 1991), dalam J. Montolalu, Filsafat Pendidikan).
Pendidikan sebagai seni dimaksudkan bahwa dalam proses pendidikan, subyek pendidik harus tampil sebagai seorang seniman atau artis. Pendidik adalah figur yang patut diteladani oleh subyek didik. Peran ketokohan pendidik ditunjukan melalui kemampuan untuk mengadaptasi dan mengakomodasi sarana dan metode pendidikan serta situasi dan lingkungan dimana anak didik mengalami dan mengenyam pendidikan.
Sampai disini kita dapat memahami bahwa agar tidak mengalami ketimpangan dalam proses pendidikan, pendidikan harus bersifat ilmu dan bersifat seni. Subyek pendidik tidak hanya membagikan pengetahuan namun juga tampil sebagai seniman yang senantiasa mencari sarana-sarana dan model konseptual demi suatu campur tangan yang cocok dan mendidik (J. Montolalu; Filsafat Pendidikan) hal.7.


E. Pendidikan sebagai Usaha Pemanusiawian Manusia
Menurut Driyarkara, Pendidikan adalah suatu usaha pemanusiawian. Dikatakan manusiawi mengingat pendidikan berhubungan dengan manusia. Pendidikan merupakan hak dan kebutuhan mendasar manusia. Manusia sendirilah yang merupakan subyek yang menentukan dan mengalami pendidikan. Kerangka pemikiran Driyarkara tentang pendidikan adalah proses pemberdayaan manusia menuju tingkat yang lebih sempurna. (Sudiarja, A. “Driyarkara: Pendidikan Kepribadian Nasional”. Senada dengan konsep Driyarkara ini, Dr. Sam Ratulangi mengatakan bahwa pendidikan adalah upaya pemanusiawian manusia. Konsepnya ini didasarkan atas tesis dasar pemikirannya tentang SI TOU TIMOU TUMOU TOU artinya manusia ada untuk memanusiakan manusia lain. Manusia secara kodrati berada tidak hanya untuk dirinya sendiri, akan tetapi manusia hadir untuk orang lain juga. Disini dapat dimengerti bahwa pendidikan merupakan usaha manusia untuk memanusiakan orang lain. Dalam hubungan dengan pendidikan ditekankan aspek humaniora. Bahwa subyek pendidik memandang anak didik sebgai individu yang pantas dan patut diperhatikan. Motivasi utama yang muncul dalam diri seorang pendidik adalah panggilan kemanusiaan. Manusia terpanggil untuk saling memberdayakan satu dengan yang lain.


F. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
1. Ilmu Pengetahuan
Imu pengetahuan merupakan gabungan dari dua kata; “ilmu” dan “pengetahuan”. Kata ilmu merupakan terjemahan dari kata bahasa inggris : science, yang aslinya berasal dari bentuk kata bahasa latin scinentia yang berarti “pengetahuan”. Kata ini berasal dari bentuk kata kerja scire yang artinya mempelajari atau mengetahui.
Pada mulanya ilmu mempunyai cakupan yang secara etimologis menunjuk pada pengetahuan semata-mata. Dalam perkembangan selanjutnya, pengertian ilmu ini mengalami perluasan arti, sehingga menunjuk pada segenap pengetahuan sistematik (systematic knowledge), (Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Liberty, Yogyakarta, 2007, hal. 126). Selanjutnya, kata “pengetahuan” berasal dari kata dasar “tahu” atau dalam bahasa Inggris ‘to know’ yang berarti tahu atau mengetahui. Kata ini menunjuk pada pemahaman tentang dunia dan hakikat sesuatu. Ada sebagian tokoh yang menganggap ilmu juga secara sederhana sebagai pengetahuan, namun perlu digarisbawahi bahwa tidak semua pengetahuan itu bisa disebut sebagai ilmu, karena ilmu merupakan kumpulan pengetahuan sistematis.
Dari penjelasan di atas, Penulis dapat menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu penjelajahan ilmiah berdasarkan observasi setiap person terhadap realitas untuk memperoleh pemahaman yang penuh. Definisi ini kurang lebih sama dengan pandangan M. T. Zen yang mengatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah suatu eksplorasi ke alam materi berdasarkan observasi, dan yang mencari hubungan-hubungan alamiah yang teratur mengenai fenomena yang diamati serta bersifat mampu menguji diri sendiri. (M.T. Zen, Sains, Teknologi dan Hari Depan; Jakarta; P.T. Gramedia, 1982, hal. 9).
G. Teknologi
Ensiklopedi Nasional Indonesia mengartikan kata Teknologi sebagai ilmu mengenai teknik. (Ensiklopedi Nasional Indonesia, Entri Teknologi, hal. 163). Teknik ialah metode / cara dan keterampilan untuk membuat sesuatu atau mengerjakan benda-benda. Dalam arti yang sempit teknologi diartikan dengan peristilahan, dan praktik sains terapan yang mempunyai nilai praktek atau penggunaan di industri. Dalam arti yang agak lebih luas: teknologi adalah semua proses yang bersangkutan dengan bahan. Teknologi bukanlah bakat atau kodrat, melainkan harus dipelajari, baik sebagai sains terapan maupun sebagai suatu kecakapan tangan.
Teknologi sebenarnya mencakup ilmu pengetahuan dan engineering atau teknik. Jadi teknologi itu sendiri sebenarnya telah mengandung ilmu pengetahuan di dalamnya. Namun dalam arti tertentu dan banyak dipakai bahwa teknologi merupakan applied science, yaitu penerangan ilmu pengetahuan bagi kesejahteraan manusia.
Jadi sebenarnya, ilmu pengetahuan dan teknologi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan karena saling terkait. Ilmu pengetahuan tanpa teknologi bagaikan pohon tidak berbuah, sedangkan teknologi tanpa ilmu pengetahuan bagaikan pohon tanpa akar.
Sementara itu, Burhanudin Salam dalam bukunya yang berjudul “Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi” hal. 20 memberikan pengertian bahwa yang dimaksud teknologi adalah: “Penggunaan yang efisien dari ilmu, keterampilan, dan bahan untuk memproduksi benda-benda kebudayaan”. Lebih lanjut ditegaskan pula bahwa dalam teknologi, kerja sama antara pikiran dan tangan merupakan alat yang efektif untuk memproduksi barang. Melalui kerja sama antara pikiran dan tangan, manusia yang tidak lengkap ini mampu bertahan untuk hidup, tidak saja dalam menghadapi binatang buas dan secara alamiah lebih diperlengkapi, tetapi juga dalam menghadapi keganasan alam. Untuk mempertahankan diri terhadap binatang buas misalnya, manusia primitif membuat senjata. Sedangkan untuk mempertahankan diri terhadap perubahan cuaca, mereka membuat baju, tempat tinggal, membuat api, dan lain-lain. Melalui teknologi orang telah mampu memperluas jangkauannya membuat gerobak, kapal, mobil, dan kapal terbang. Disamping memperkuat dan memperluas jangkauan tangan, teknologi juga mampu menyempurnakan organ-organ tubuh lainnya. Alat-alat optik misalnya, mampu membantu mata melihat benda-benda yang sangat kecil atau yang letaknya sangat jauh. Telepon dan radio mampu meningkatkan kemampuan manusia dalam mendengar dan komputer dalam berpikir.
Bila dipandang secara keseluruhan maka perkembangan teknologi menunjukkan kemajuan yang terus-menerus. Pada tahap pertama perkembangan kebudayaan, teknologi baru membantu pekerjaan yang dilakukan dengan tangan manusia. Kemudian dengan digunakannya binatang, roda, dan as, setahap demi setahap tenaga alam menggantikan tenaga manusia. Mesin-mesin makin lama makin disempurnakan dan menjadi lebih kuat sesuai dengan adanya perkembangan di bidang tenaga uap, tenaga listrik, dan tenaga nuklir. Sejalan dengan perubahan setahap demi setahap dari penggunaan secara langsung tangan manusia pada alat-alat dan mesin maka terjadi pula perubahan dari penggunaan hasil alam secara langsung kepada penggunaan bahan-bahan sintetis hasil teknologi.
Sekarang kemajuan teknologi sudah sampai pada pengembangan otomatisasi. Masalahnya sudah bukan lagi pada peningkatan kemampuan organ-organ tubuh manusia, akan tetapi sudah sampai pada meniru perbuatan manusia sebagai suatu sistem tertutup. Dalam otomatisasi, mesin mengambil alih segala pekerjaan yang tadinya dilakukan manusia.
Kemajuan teknologi ini mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan individual, sosial, dan kebudayaan. Dengan adanya peningkatan produksi yang tinggi maka berbagai macam kebutuhan manusia dapat dipenuhi dengan lebih baik. Tetapi di lain pihak teknologi cenderung membuat manusia menjadi suatu unit yang abstrak dalam hubungan yang abstrak dari suatu masyarakat dan kebudayaan teknologi. Jadi, inti dari masalah kehidupan modern adalah proses menjadi abstrak, yang dapat melemahkan kehidupan pribadi dan hubungan sosial. Kepribadian kehilangan perasaan aman, dan dalam kehidupan sosial, perasaan setia kawan menjadi berkurang.
Teknologi, pada dasarnya adalah suatu hasil dari proses evaluasi secara teoretis dan ekonomis. Proses evaluasi secara teoretis menghasilkan pengetahuan yang diperlukan tentang alam. Sedangkan proses evaluasi secara ekonomis memungkinkan adanya efisiensi dalam pembuatan benda-benda berdasarkan pengetahuan teoretis. Karena itu, prestasi terbesar dari teknologi adalah dalam lingkungan kehidupan ekonomi, yaitu dalam menghasilkan benda-benda ekonomi. Akan tetapi, tentu saja masalah efisiensi ini juga penting pada benda-benda kebudayaan lainnya.
Teknologi tidaklah hanya menjangkau benda-benda yang bersifat materi saja. Teknologi dapat juga menjangkau ruang lingkup benda-benda nonmateri, seperti konsep, ide, gagasan, cita-cita, norma, dan sebagainya. Dalam ruang lingkup benda-benda nonmateri, peranan benda-benda instrumen seperti isyarat dan simbol sangatlah penting. Bahasa merupakan suatu sistem dari simbol.
Baik pengetahuan filsafat maupun pengetahuan ilmu tidak dapat menjawab seluruh permasalahan manusia dengan tuntas, atau kebenarannya karena bersifat nisbi (relatif). Apabila kita ingin memperoleh jawaban yang tuntas dari segala permasalahan hidup dan kehidupan manusia maka kita harus mengejar jenis pengetahuan yang terakhir, ialah pengetahuan agama, yang memiliki kebenaran yang mutlak (absolut), karena bersumber dari yang Maha mutlak, Maha benar, Maha bijaksana, Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
H. SEKILAS PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah mengalami perjalanan yang panjang, berliku-liku dan bertahap-tahap, namun kesemuanya itu sambung-menyambung. Perkembangan ilmu pengetahuan terlebih khusus boleh dibilang telah dimulai sejak abad ke-3 SM, yaitu oleh para ahli pikir Yunani Kuno.
Selama kurun waktu 24 abad, tentu banyak sekali pengusahaan ilmu pengetahuan itu, baik yang menyangkut titik tolak dan motivasinya , maupun obyek dan hasil-hasil kesimpulannya. Bermacam-macam pemikiran religius dan filsafat telah pula mempengaruhi kesemuanya itu, sehingga menimbulkan perbedaan-perbedaan paham dalam hal persepsi ilmiah yang harus diambil, kriteria yang diperlukan, fungsi yang diberikan pada ilmu pengetahuan itu sendiri, dan sebagainya. Demikian juga berbagai bidang telah digarap dan ditekuni, baik yang fisik maupun metafisik, yang eksak maupun abstrak, yang terapan maupun yang murni, dan sebagainya, sehingga kita sekarang mengenal bermacam-macam disiplin ilmu, masing-masing dengan teori dan metodologinya sendiri-sendiri, yang hanya dapat dipahami dan ditangani dengan baik oleh para ilmuwan yang menekuninya secara khusus. (Sutarno, Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Perkembangan Moral Manusia; dalam Ilmu, Pengetahuan dan Etika, penyunting Supardan; Jakarta: P.T. BPK Gunung Mulia, 1991), hal. 133.
Dalam perkembangannya sampai kira-kira abad ke-16, ilmu pengetahuan manusia itu boleh dikatakan masih belum dikaitkan dengan, ataupun dimanfaatkan bagi teknik. Teknologi baru dimulai pada zaman renaisance, sebagai akibat munculnya dorongan dari dua pihak. Pada satu pihak, muncul pandangan-pandangan baru di dalam pemikiran filsafat, dimana kedudukan dan peran manusia terhadap alam (termasuk dirinya sendiri) memperoleh arti dan tekanan yang semakin besar. Dan pihak lain, yaitu desakan perkembangan kebutuhan serta persoalan-persoalan kehidupan yang dihadapi dan harus diatasi. Dengan demikian, ilmu pengetahuan semakin memperoleh, dan memang diarahkan kepada, watak yang utilitarian, artinya dikaitkan kemanfaatan dan kegunaannya yang langsung bagi kehidupan kongkret manusia. (Sutarno, Ibid; hal. 138).
I. IPTEK SEBAGAI LANDASAN PENDIDIKAN
Seperti telah dikatakan di atas, bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia sekarang telah berlangsung dalam lintasan sejarah yang cukup panjang. Sejak kurang lebih abad ke tiga sebelum Masehi, ilmu pengetahuan telah berusaha dikembangkan oleh para filsuf Yunani kuno. Sedangkan teknologi baru mulai sejak Zaman renaisance. Pertanyaannya adalah mengapa ilmu pengetahuan dan teknologi dikatakan sebagai salah satu landasan dalam pendidikan?
Keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan akibat langsung dari eksistensi manusia yang kemudian membentuk historisitas pendidikan sejak lahir sampai mati. Jadi, jika manusia tidak eksis dalam rentetan panjang kependidikan, sesungguhnya ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mungkin ada.
Ilmu pengetahuan dan teknologi adalah suatu sistem intelektual pemberdayaan manusia yang dihasilkan dari sistem kegiatan pendidikan. Dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, segala perubahan yang direncanakan oleh pendidikan dapat dikerjakan. (Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan; AR-RUZZ MEDIA: Yogyakarta, 2009), hal. 111.
Fakta membuktikan bahwa teknologi mampu mempraktikkan teori ilmu dalam sistem perindustrian. Dengan perindustrian, dinamika kehidupan manusia mengalami perubahan yang begitu cepat. Dengan teknologi dan perindustrian, kini manusia seolah-olah bisa melakukan semua hal sesuai dengan yang dikehendaki. Ada yang berpendapat bahwa dengan teknologi dan industri, manusia semakin mampu untuk membuktikan bahwa dirinya adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling istimewa.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi mendukung tanggungjawab untuk membudayakan eksistensi kehidupan manusia. Artinya: dengan peralatan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia semakin lebih berpeluang untuk menciptakan perubahan-perubahan yang bermanfaat bagi kehidupan yang lebih berkembang dan maju. Perkembangan di bidang ilmu pengetahuan misalnya, telah mampu memberikan manusia paradigma-paradigma yang baru. Sebagai contoh: dulunya manusia menganggap bahwa adalah mustahil kita bisa sampai ke bulan, namun ternyata pada abad 20 karena pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, orang bisa merakit sebuah pesawat dan bisa sampai di bulan (pesawat Apollo yang dikendarai Neil Amstrong dapat sampai ke bulan).
Selain itu, dengan teknologi, pendidikan mampu membuat perubahan; dan dengan pendidikan, teknologi diharapakan mampu membuat kehidupan semakin berkembang dan maju. Berkembang dan maju dalam arti bernilai kultural manusiawi, sehingga segala kebutuhan hidup dapat lebih mudah dicukupi dan dapat dimanfaatkan secara adil dan merata. Dengan pendidikan teknologi, jalan menuju kesejahteraan umum semakin terbuka. (Ibid).
Dengan adanya teknologi, manusia mampu menciptakan berbagai mesin dan alat-alat elektronik yang bisa menunjang pendidikan. Misalnya: mesin foto copy, komputer, LCD, internet dan lainnya. Tentunya semua sarana ini sangat memberikan sumbangan yang berarti bagi pendidikan manusia sehingga pola pikir manusia bisa berkembang dan maju dalam segala segi kehidupan manusia.
J. REFLEKSI KRITIS ATAS PERKEMBANGAN IPTEK BAGI KEHIDUPAN PENDIDIKAN MANUSIA
Dari pembahasan di atas, kita dapat melihat betapa pentingnya IPTEK dalam pendidikan. Oleh karena kepentingannya inilah maka IPTEK dimasukkan sebagai salah satu landasan dalam pendidikan. Seperti diketahui bahwa di zaman sekarang ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu maju dengan pesat, dan merupakan dasar bagi kemajuan pendidikan; kimiawi, medis dan industrialisasi. IPTEK telah menjadi tumpuan harapan bagi masyarakat sekarang ini, bahkan seolah-olah menjadi dewa dalam era globalisasi yang telah merambah. IPTEK dipandang dapat membantu manusia menyelesaikan sejumlah persoalan yang menghadang dalam kehidupannya. Sampai pada titik ini, IPTEK dapat memberikan banyak manfaat bagi pendidikan manusia secara umum.
Di balik keberhasilan IPTEK tersebut, ternyata terdapat wajah lain yang berlawanan. IPTEK juga menghadirkan sejumlah kontribusi yang mengecewakan. “Dunia resah gelisah ditengah kemakmuran yang mengapung di atas kemiskinan, berdansa menari di bawah lampu perdamaian di atas ubin berlandaskan bom-bom nuklir. Dua pertiga warga dunia berada dalam kemiskinan, menderita lapar dan kekurangan gizi. Sumber daya alam dan energi semakin menyusut. Di mana-mana timbul keresahan mengenai pencemaran lingkungan. Kota-kota di negara berkembang bertambah pengap dan sesak. Kenakalan remaja, kriminalitas dan ancaman narkotika tidak lagi terbatas pada kota-kota negara maju. Dari daratan Asia sebelah selatan ratusan manusia bergelimang dalam sedih dan derita memilih ditelan ombak laut yang ganas daripada tinggal di daratan dan hidup di bawah pemerintahan lalim yang mereka tolak.” (M. T. Zen, Sains, Teknologi dan Hari Depan Manusia, hal. 24).
Itulah contoh-contoh akibat dari wajah suram kemajuan IPTEK. Perlombaan senjata nuklir, polusi industri, mesin-mesin pertambangan canggih yang menguras hasil bumi, yang kesemuanya itu hanya dikuasai oleh sekelompok kecil masyarakat elit dan pemerintah, ternyata memberikan dampak negatif bagi sebagian besar masyarakat dunia terutama mereka yang miskin. Contoh-contoh lain yang bisa ditambahkan yaitu kemajuan IPTEK di bidang medis seperti: kloning, eutanasia, aborsi dan bayi tabung.
Kemajuan-kemajuan tersebut memperlihatkan bahwa begitu lajunya perkembangan IPTEK sehingga ada sebagian nilai-nilai pendidikan yang tertinggal di belakang. Sebut saja nilai pendidikan kemanusiaan misalnya seolah-olah terkikis dengan daya pikat IPTEK yang begitu dahsyatnya. Manusia sering menjadi objek bagi perkembangan IPTEK itu sendiri. Sehingga menjadi kabur antara siapa yang menguasai dan dikuasi; apakah manusia yang menguasai IPTEK atau IPTEK yang menguasai manusia? Manusialah yang menguasai IPTEK dan oleh sebab itu pendidikan yang membangun sangat diharapkan bisa dilakukan oleh para pengajar di sekolah, atau pun di rumah. IPTEK digunakan sebagai sarana yang berguna dalam pendidikan, dan bukannya sebaliknya, IPTEK digunakan sebagai sarana yang menghancurkan manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ensiklopedia Nasional Indonesia, Entri Teknologi, hal. 163.
Lodo Dai, Blasius. “Globalisasi, IPTEK, dan Harga Manusia,” dalam
seri buku Vox: Citra Manusia abad ke-21 (Flores:
Arnoldus Ende, 1998).
Mercatali, A. Pedagogia, Educare Oggi (Bracia: La scola, Roma
Antonianus,1991), dalam J. Montolalu, Filsafat
Pendidikan.
Salam. Burhanudin, Drs., M.M. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi:
Rineka Cipta, Jakarta, 2000).
Sudiarja, A. “Driyarkara: Pendidikan Kepribadian Nasional” dalam
Basis No. 07-08, Tahun ke-56, Juli-Agustus 2007.
Suparlan Suhartono, M.Ed., Ph.D., Filsafat Pendidikan, (AR-RUZZ
MEDIA: Yogyakarta, 2009).
Sutarno, “Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Perkembangan
Moral Manusia” dalam Ilmu, Pengetahuan dan Etika,
Penyunting Drs. Supardan M.A. (Jakarta: P.T. BPK Gunung
Mulia, 1991).

Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Liberty, Yogyakarta,
2007.
Zen, M.T. Sains, Teknologi dan Hari Depan (Jakarta: P.T. Gramedia, 1982).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar