MEMBENTUK KARAKTER GURU PROFESIONAL

MEMBENTUK KARAKTER GURU PROFESIONAL
NEGERI YANG DAMAI DAN PENUH PESONA

Senin, 03 Mei 2010

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TEKNIK JIGSAW

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TEKNIK JIGSAW
(Konsep Belajar Berdasarkan Teori Social Learning dari Albert Bandura)
Oleh: Hayatuddin Fataruba
Pendidikan merupakan aspek kehidupan yang sangat mendasar bagi pembangunan bangsa atau negara. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang melibatkan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik, diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar atau proses pembelajaran. Dalam konteks penyelenggaraan ini guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dan berpedoman pada seperangkat aturan dan rencana tentang pendidikan yang dikemas dalam bentuk kurikulum. Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar dengan perencanaan pengajaran yang matang oleh guru.
Kurikulum secara berkelanjutan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan berorientasi pada kemajuan sistem pendidikan nasional, tampaknya belum dapat direalisasikan secara maksimal. Salah satu masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan di Indonesia adalah lemahnya proses pembelajaran.
Berdasarkan kenyataan real di lapangan dari berbagai hasil penelitian, proses pembelajaran di sekolah dewasa ini kurang meningkatkan kreatifitas siswa. Masih banyak tenaga pendidik yang belum memahami psikologi belajar dan pasikologi pendidikan yang masih menggunakan metode konvensional secara monoton dalam kegiatan pembelajaran di kelas, sehingga suasana proses pembelajaran terkesan kaku, kurang bergairah, dan kegiatan dimonopoli atau didominasi oleh guru. Padahal proses belajar itu pada intinya harus lebih mengutamakan peserta didik.
Proses pembelajaran yang dilakukan banyak tenaga pendidik saat ini cenderung pada pencapaian target materi kurikulum, lebih mementingkan pada penghafalan konsep bukan pada pemahaman. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di kelas yang selalu didominasi oleh guru. Dalam penyampaian materi pelajaran biasanya guru menggunakan metode ceramah, dimana siswa hanya duduk mencatat dan mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru dan sedikit sekali peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif.
Upaya peningkatan prestasi belajar siswa tidak terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembela jaran lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunkan model pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga pada gilirannya dapat diperoleh prestasi belajar yang optimal.
Proses pembelajaran dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menuntut adanya partisipasi aktif dari seluruh siswa. Jadi kegiatan belajar berpusat pada siswa, dan guru sebagai motivator dan fasilitator di dalamnya agar suasana kelas lebih hidup.
Pembelajaran kooperatif terutama teknik jigsaw dianggap cocok diterapkan dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong.
A.Pembelajaran Cooperative learning
Model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu model pembelajaran yang mendukung pembelajaran kontekstual. Sistem pengajaran Cooperative Learning dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur. Yang termasuk dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson&Johnson:1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.
Falsafah yang mendasari pembelajaran Cooperative Learning (pembelajaran gotong royong) dalam pendidikan adalah “homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Cooperative Learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham kontruktifisme. Dimana pembelajaran ini merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda-beda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Menurut Anita Lie dalam bukunya “Cooperative Learning”, bahwa model pembelajaran Cooperative Learning tidak sama dengan sekedar belajar kelompok, tetapi ada unsur-unsur dasar yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Roger dan David Johnson mengatakan bahwa, tidak semua kerja kelompok bisa dianggap Cooperative Learning, untuk itu harus diterapkan lima unsur model pembelajaran gotong royong yaitu:
1.Saling Ketergantungan positif.
Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri-sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.
2.Tanggung jawab perseorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Guru yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.
3.Tatap muka
Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.
4.Komunikasi antar anggota
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai ketrampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga bergantung kepada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Ketrampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional siswa.
5.Evaluasi proses kelompok.
Guru perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.
Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagai berikut:

Fase
Tingkah laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau leeway bahan bacaan
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Fase 5
Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

B.Tujuan Pembelajaran Cooperative Learning
Tujuan pembelajaran Cooperatif Learning berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem kompetisi, dimana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran Cooperative Learning adalah menciptakan situai dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin:1994).
Model pembelajaran Cooperative Learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et.al (2000) antara lain:
1.Hasil belajar akademik
Dalam Cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Disamping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran Cooperatif Learning dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun siswa kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
2.Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran Cooperative Learning adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidak mampuannya. Pembelajaran Cooperative Learning memberikan peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
3.Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan pembelajaran Cooperative Learning adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki oleh siswa, sebab saat ini banyak banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
C.Model Pembelajaran Cooperative Learning Teknik Jigsaw
Jigsaw pwertama kali dikembangkan dan diuji cobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends:2001).
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan oleh Aronson et.al. sebagai metode Cooperative Learning. Teknik ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
Pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends:1997). Siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikannya kepada anggota kelompok yang lain. Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lainnya dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli), saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa tersebut kembali pada tim/kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.
Pada model pembelajaran Cooperative Learning tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut:
-Guru membagi sutu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan berbeda. Kelompok ini kemudia disebut dengan nama kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (counterpart group). Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji).
Misalnya satu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok, baik yang ada pada kelompok ahli maupun pada kelompok asal.
-Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompoknya yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
-Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual
-Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya
-Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pelajaran
-Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru, maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya sebagai berikut:
1.Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning
2.Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses
pembelajaran relatif kecil sehingga hanya segelintir siswa yang bisa menguasai
arena kelas, sementara yang lainnya hanya sebagai penonton.
3.Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative
Learning
4.Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran
5.Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem tekhnologi dan informasi yang dapat
mendukung proses pembelajaran.
Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan antara lain sebagai berikut:
1.Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative
Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan
2.Pembagian jumlah siswa yang merata; dalam artian tiap kelas merupakan kelas
heterogen
3.Kondisi lingkungan belajar kondusif sehingga siswa merasa nyaman dalam setiap sesi
pembelajaran
4.Sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber/rujukan cukup agar pemahaman
siswa tentang masalah yang didiskusikan bisa lebih mendalam dan luas
5.Mengurutkan bagian-bagian dari materi pelajaran oleh guru lebih detil sehingga
tidak menimbulkan persepsi ganda

D.Kesimpulan

Pembelajaran di sekolah melibatkan siswa dengan guru sebagai pengajar dan pembelajar, dimana proses pembelajaran pada intinya menanamkan pemahaman anak tentang apa yang ingin diketahui dari setiap pengalaman pengetahuannya. Pemahaman ini bisa terbangun sempurna apabila pengalaman belajar, kondisi belajar, metode belajar dan cara belajar anak bisa menimbulkan kekuatan pemahaman anak terhadap apa yang dipelajarinya. Metode atau model dan guru sangat berperan dalam proses mendesain berbagai pengalaman anak yang bisa menghasilkan pemahaman akan ilmu pengetahuan.
Metode atau model pembelajaran Cooperative Learning merupakan salah satu dari beberapa metode pembelajaran yang tujuan utamanya membentuk proses pembelajaran secara bersama-sama dengan melibatkan seluruh anak untuk merespons setiap permasalahan yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Anak dilatih untuk mempelajari dan memecahkan berbagai permasalahan dengan bantuan teman sebayanya dalam komunitas yang telah didesain oleh guru dalam bentuk kelompok ahli dan kelompok asal.
Melibatkan anak secara total dalam proses pembelajarannya ini merupakan salah satu teori dalam psikologi belajar yang dikenal dengan teori Social Learning, yang dipelopori oleh Albert Bandura. Proses belajar dengan model seperti ini memberikan beberapa kelebihan, anatar lain:
a. Bagi anak:
1. Menumbuhkan kekuatan psikologis anak dalam mempelajari berbagai permasalahan
disebabkan karena anak berada pada komunitas yang benar-benar dikenalinya, dimana
secara bersama-sama anak membangun kerangka pengetahuannya untuk menyelesaikan
persoalan yang dihadapinya.
2. Terjadi penguatan belajar anak disebabkan anak-anak menyelesaikan permasalah
mereka secara bersama-sama dan saling menopang.
3. Tidak terjadi persaingan antar individu anak yang tidak sehat disebabkan masing-
masing memiliki tanggung jawab bersama dalam menyelesaikan persoalan dalam
kelompok belajarnya.
4. Menumbuhkan kekuatan imajinasi anak untuk berimprovisasi terhadap persoalan
dalam pembelajarannya karena terdorong oleh kekuatan teman-temannya yang lain,
serta menumbuhkan semangat kebersamaan dalam pembelajaran.
b. Bagi guru:
1. Lebih bebas mengenali karakteristik psikologis dan kemampuan inteligensia siswa
dalam setiap sesi pembelajaran.
2. Lebih berkesempatan memperdalam atau mempertajam pemahaman materi pelajaran
kepada anak disebabkan karena memiliki banyak waktu efektif.
3. Lebih leluasa mengendalikan kelas dan anak-anak disebabkan karena aktivitas anak
dalam proses pembelajaran pada model ini lebih aktif.
4. Dapat memberikan pemahaman kerangka berpikir baru pada anak tentang berbagai
tujuan pembelajaran dalam setiap proses pembelajarannya.
5. Bisa menumbuhkan kemampuan pemahaman anak tentang materi yang diajarkan dengan
berbagai macam model evaluasi, karena anak telah merasa menguasai seluruh aspek
materi pelajaran yang dipelajarinya.

C.Saran

Para guru hendaknya mulai mengevaluasi berbagai cara mengajar konvensionalnya yang selama ini dilakukan di setiap proses pembelajarannya dengan asumsi bahwa dalam belajar, anak didukung oleh berbagai perbedaan faktor fisik dan psikisnya. Anak akan memberikan respons positif disetiap proses belajarnya bila stimuli yang diberikan itu dapat merangsang seluruh aspek fisik dan psikisnya untuk merespons apa yang disampaikan oleh guru. Oleh karena itu teknik dari berbagai macam model pembelajaran (stimuli) dalam proses pembelajaran harus dikuasai oleh guru agar kegiatan belajar anak (respons) akan mengarah pada perubahan tingkah laku yang positif dan melekat kuat dalam memorinya.
Model pembelajaran Cooperative Learning perlu lebih sering digunakan pada proses pembelajaran karena suasana positif yang timbul akan memberikan kesempatan kepada siswa/anak , karena anak merasa lebih terdorong untuk belajar dan berpikir secara bersama-sama. Selain itu, anak akan mencintai pelajarannya dan guru serta sekolahnya.





DAFTAR PUSTAKA


Anita Lie; Cooperative Learning, Grasindo Jakarta 2007

Abu Ahmadi & Widodo Supriyono; Psikologi Belajar, Rineka Cipta Jakarta 2004

Muhibbin Syah; Psikologi Pendidikan Dengan pendekatan Baru, Rosda Bandung 1995

Sumadi Suryabrata; psikologi Pendidikan, Rajagrafindo Persada Jakarta 2004

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain; Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta Jakarta 1995

Syaiful Sagala; Konsep dan Makna Pembelajaran, Alfabeta Bandung 2006.

Wasti Sumanto; Psikologi Pendidikan, Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Rineka Cipta Jakarta 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar